Minggu, 03 April 2011

William Shakespeare (1564 – 1616)



"Siapa yang bisa mengendalikan nasibnya?".

William Shakespeare adalah seorang penulis Inggris yang seringkali disebut orang sebagai salah satu sastrawan terbesar Inggris. Ia menulis sekitar 38 sandiwara tragedi, komedi, sejarah, dan 154 sonata, 2 puisi naratif, dan puisi-puisi yang lain. Ia menulis antara tahun 1585 dan 1613 dan karyanya telah diterjemahkan di hampir semua bahasa di dunia dan dipentaskan di panggung lebih daripada semua penulis sandiwara yang lain.

Kehidupan

"Kunci kesuksesan, Tahu lebih banyak dari orang lain, Berusaha lebih keras dari orang lain, Berharap lebih sedikit dari orang lain"

William Shakespeare lahir di Stratford-upon-Avon, Warwickshire, Inggris, 26 April 1564, Dan meninggal ditempat yang sama 23 April 1616, pada umur 51 tahun. Shakespeare menikahi Anne Hathaway, yang 8 tahun lebih tua daripadanya, pada tanggal 28 November 1582 di Temple Grafton, dekat Stratford. Anne kala itu hamil tiga bulan, Bersama-sama mereka dikaruniai 3 anak, Susanna, dan si kembar Hamnet dan Judith. Istri dan ke 3 anaknya tinggal di Stratford, dan kemungkinan besar Shakespeare pergi mengunjungi mereka setahun sekali. Pada tahun 1596 Hamnet meninggal dunia. Karena kemiripan nama, banyak orang berpikir bahwa hal ini mengilhaminya untuk menulis The Tragical History of Hamlet, Prince of Denmark.

Sebagai putra John Shakespeare dan Mary Arden. Ayah William cukup kaya ketika ia lahir dan memiliki bisnis pembuatan sarung tangan namun kemudian ia menjadi agak miskin setelah menjual wol secara ilegal. Shakespeare tidak mengikuti jejak ayahnya. Pada zaman itu, sekolah umum baru dimulai di Inggris. Sebelumnya, hampir semua anak tidak tahu cara membaca dan menulis, mereka hanya belajar suatu ketrampilan atau bertani.

Shakespeare pergi ke salah satu sekolah umum yang baru ini. Ia belajar bahasa latin, yang merupakan bahasa semua kaum terpelajar, tidak peduli dari negara mana mereka berasal. Dari London ke Lisbon, dari Aleksandria ke Konstantinopel, dari Tunis ke Yerusalem, semua orang terpelajar berbicara Latin dan bahasa ibu mereka. Semua dokumen penting, baik dokumen negara, gereja, atau perdagangan, ditulis menggunakan Latin.

Shakespeare juga mempelajari karya-karya para penulis dan filosofer dari Yunani Kuno dan Romawi. Lebih dari 100 tahun berlalu sejak Johannes Gutenberg memperkenalkan percetakan ke Eropa pada tahun 1452. Shakespeare dan orang Inggris lain yang dapat membaca dan mampu membeli buku-buku menjadi akrab dengan kisah-kisah dari berbagai tempat seperti Italia, Perancis, Asia Minor, dan Afrika Utara.

Beberapa kisah menjadi dasar cerita-cerita terbesar Shakespeare. Contohnya The Golden Ass karya Apuleius, sebuah kisah kuno dari Afrika Utara, yang menginspirasikan Impian di Tengah Musim, dan kisah Cinta Romeo And Juliet dari Italia.

"Cinta tidak melihat dengan mata tetapi dengan hati, makanya dewi asmara digambarkan buta"


Gambar Shakespeare oleh Martin Droeshut, 1623.

"Kita Terlahir Untuk Besar, Kita Terlahir Untuk Mencapai Kebesaran, Dan Kita Terlahir Untuk Mendapatkan Kebesaran".

Di dalam dunia Shakespeare, terdapat susunan-susunan yang telah diterima secara umum. Di hierarki terbawah terdapat kaum pekerja, di atasnya para petani dan pedagang, lalu para pendeta dan pengawal, lalu naik lagi para ksatria, tuan tanah, uskup agung, dan para adipati. Sang monarki bertahta di puncak tatanan sosial. Di Inggris, monarki tersebut adalah Ratu Elizabeth I (yang dilanjutkan dengan kemenakannya, James I).

Elizabeth I memerintah Inggris hampir selama hidup Shakespeare. Pada zaman tersebut tidak ada peperangan. Diplomasi sang ratu membuat kedua seterunya Perancis dan Spanyol terjaga seimbang. Perdagangan berkembang, London menjadi kota yang padat, ramai, dan penuh dengan peluang. Rumah-rumah sandiwara dibangun di London, teater-teater tersebut adalah tempat yang populer dikunjungi masyarakat.

Sistem kelas pada zaman Shakespeare sudah memiliki susunan-susunan, namun hal tersebut tidak statis. Orang-orang mulai berpikir tentang mereka sendiri. Shakespeare hidup di zaman Renaissans yang berarti "kelahiran kembali" yang terjadi pada abad ke-15 hingga abad ke-17 di Eropa.

Renaissans Eropa menghidupkan kembali pembelajaran klasik. Pada zaman tersebut terdapat gerakan kebangkitan minat terhadap seni, musik, dan arsitektur. Suatu dunia yang tua dan stagnan tiba-tiba berubah menjadi hidup dan vibran. Beberapa orang mulai mengubah cara berpikir mereka tentang diri mereka dan dunia yang mereka tinggali.

Mereka mulai memahami kekuasaan dan posisi pemerintahan diciptakan oleh manusia, bukan ditentukan oleh Tuhan sejak lahirnya. Mereka menyadari bahwa kekristenan bukanlah satu-satunya agama di dunia. Dan karena banyak di antara mereka mulai dapat membaca, maka banyak juga yang tidak ingin tinggal di kelas sosial tempat mereka dilahirkan. Banyak petualang Renaissans menggunakan cara mereka sendiri-sendiri untuk mencari rejeki dan mengembangkan kehidupan mereka. Shakespeare adalah salah satu dari orang-orang tersebut.

Pada awal 1590an, William Shakepseare mengokohkan dirinya sebagai seorang penulis sandiwara dan aktor di London. Selain itu, ia juga memiliki bagian dari rumah sandiwara tempat ia dan teman-temannya bermain. Itu mungkin adalah sumber penghasilannya.

Shakespeare menjadi orang teater yang sangat terkenal, sangat populer, dan sangat kaya. Ratu Elizabeth I sangat menyukai karya-karyanya, begitu pula dengan penerusnya Raja James I. Pada pemerintahan James I, Shakespeare dan kawan-kawan terkenal dengan sebutan "Orang-orang Raja" karena Raja James I adalah pengunjung mereka yang spesial. Shakespeare dan Orang-orang Raja bermain di istana kerajaan, di teater Globe dan di rumah sandiwara mereka, dan teater Blackfriars. Untuk mendapatkan lebih banyak uang, mereka juga mengadakan tur keliling Inggris, terutama pada saat-saat wabah penyakit menjangkit Inggris.

"Dunia Adalah Panggung Sandiwara".



Orang-orang zaman Elizabeth tidak memandang pemain atau penulis sandiwara adalah pekerjaan yang terhormat. Pergi ke teater pada zaman tersebut tidak sama seperti pergi ke teater pada saat ini, hal itu lebih seperti pergi menonton pertandingan sepak bola!

Teater-teater zaman Elizabeth merupakan bangunan kayu yang bertingkat-tingkat. Para penonton duduk di ketiga sisi atau berdiri di tengah-tengah lantai. Bagian tengah teater terbuka atapnya karena pada zaman itu belum ada penerangan buatan. Ribuan orang berjejalan di teater untuk pertunjukan sore hari. Para penonton berteriak-teriak di belakang para aktor. Teater Globe adalah tempat yang padat pengunjung, bising, dan berjejal-jejalan. Puluhan ribu orang yang memadati untuk melihat sandiwara Shakespeare akan dapat mendengar 1700 kata yang diciptakan oleh Shakespeare. Banyak kata-kata ciptannya yang saat ini masih digunakan.

Contohnya: "deafening" (menulikan), " hush", " hurry" (lekas), " downstairs" (di bawah), " gloomy" (sedih), " lonely" (sendirian), " embrace" (pelukan), " dawn" (senja).

Di dalam budaya oral seperti zaman Shakespeare, orang-orang memedulikan detil intonasi, nada suara, dan bunyi yang ditimbulkan pada waktu mereka berbicara sehingga bahasa lisan yang digunakan lebih kaya pada zaman dahulu daripada zaman sekarang.

"Untuk Menjadi, Mau Menjadi Apa, Atau Tidak Menjadi, Itu Adalah Sebuah Pertanyaan".

William Shakespeare menulis selama 25 tahun, menciptakan 36 hingga 39 karya yang diketahui hingga saat ini. Topik yang dicakup beragam mulai dari romans, komik hingga perang saudara, dari permainan domestik hingga kejadian politis yang menggegerkan dunia. Namun 3 hal yang mendasari seluruh karyanya adalah pertanyaan-pertanyaan: Apa artinya hidup? Bagaimana cara kita hidup? Apa yang harus kita lakukan semasa hidup?

Sandiwara Shakespeare menawarkan pemahaman yang mendalam terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Itulah sebabnya mengapa ahli-ahli literatur mempelajari karyanya, politikus-politikus mengutipnya, filosofer-filosofer menemukan cara berpikir yang baru dari membaca dan membaca ulang karyanya. Mempelajari Shakespeare adalah seperti mempelajari hidup dari berbagai sudut pandang, psikologis, politis, filosofis, sosial, spiritual.

Shakespeare berhenti menulis pada tahun 1611 dan meninggal dunia beberapa tahun kemudian pada 1616. Pada batu nisannya tertulis: "Blest be the man who cast these stones, and cursed be he that moves my bones." (Terbekatilah ia yang menaruh batu-batu ini, dan terkutuklah ia yang memindahkan tulang-tulangku).

"Orang bodoh akan berfikir bahwa dirinya bijaksana, tapi orang bijaksana akan mengetahui bahwa dirinya bodoh".

Tulisan
Shakespeare menulis tentang keadaan manusia yang sangat manusiawi. Ia memahami apa yang hampir semua orang ingini, untuk menyayangi orang lain, dan disayangi oleh orang lain, makan minum dan tidur dengan tenang, untuk hidup di tengah dunia yang besar dan memiliki arti di dalam hidup. Shakespeare juga memahami bahwa manusia memiliki kelemahan-kelemahan yang kadang-kadang jauh dari rencana-rencana mereka yang terhormat (atau tidak terhormat). Shakespeare adalah seorang jenius yang menunjukkan pada kita diri kita sesungguhnya.

Daftar karya


Hamlet 1605.

- Romeo and Juliet
- Macbeth
- King Lear
- Hamlet
- Othello
- Titus Andronicus
- Julius Caesar
- Antony and Cleopatra
- Coriolanus
- Troilus and Cressida
- Timon of Athens

"Kesangsian merupakan penghianatan dan membuat kita kehilangan kebaikan yang mungkin kita peroleh, Ia membuat kita takut mencoba".

http://id.wikipedia.org/wiki/William_Shakespeare

Ungkapan terindah

"Waktu adalah keadilan untuk menguji mereka yang bersalah"

Anda pernah memakai ungkapan ‘menghembuskan nafas terakhir’ atau ‘bahan tertawaan’ dalam tulisan Anda? Mungkin Anda tidak menyadari bahwa dua ungkapan di atas merupakan bagian dari sekian banyak warisan ekspresi goresan kalam kreatif dari pujangga Inggris William Shakespeare dalam berbagai novel klasiknya. Dalam novel Henry VI bisa kita temukan ungkapan breathed his last (menghembuskan nafas terakhir) dan pada novel The Merry Wives of Windsor terdapat ungkapan laughing stock (bahan tertawaan).

Ungkapan yang barangkali paling populer adalah love is blind (cinta itu buta) yang termaktub pada novel Merchant of Venice atau parting is such sweet sorrow (perpisahan adalah kesedihan yang begitu manis) yang tertuang pada novel Romeo and Juliet. Dan Anda semua pasti sudah mengenal ungkapan What’s in a name? A rose by any other name would smell as sweet (Apa artinya sebuah nama? Sekuntum mawar dengan nama lain tetap akan semerbak wangi) juga pada novel Romeo and Juliet.

Dalam novel The Taming of The Shrew ada pula ungkapan yang bahkan masih sering dipakai dalam wacana modern yaitu break the ice (mencairkan suasana). Atau ungkapan It was Greek to me seperti dalam novel Julius Caesar yang terjemahan harfiahnya ‘Itu bahasa yunani untuk saya’. Ungkapan ini dipakai apabila kita sama sekali buta / asing dengan suatu permasalahan / persoalan yang dijelaskan kepada kita.

Sejumlah ungkapan bahkan sudah menjadi idiom yang dipakai dalam dalam percakapan sehari-hari seperti barefaced (tidak punya malu dan terang-terangan), fancy-free (tanpa beban), heartsick (nelangsa), hot-blooded (penuh birahi), faint-hearted (pengecut), green-eyed monster (kecemburuan), elbow room (ruang gerak), catch a cold (masuk angin), lackluster (tanpa gairah), naked truth (kebenaran sejati), sorry sight (pemandangan yang mengenaskan), time-honored (kawakan), go-between (perantara), nimble-footed (lincah), fair play (sportivitas), honey-tongued (bermulut manis), fool’s paradise (angin surga), bated breath (menahan nafas karena sangat tegang), refuse to budge an inch (bergeming), come what may (tidak peduli apa pun yang terjadi), in my mind’s eyes (menurut pengamatan saya), lie low (tiarap), not sleep one wink (tidak tidur sekejap pun), one fell swoop ( sapu bersih), salad days (masa muda), sea change (perubahan drastis), snail paced (lamban sekali), stony-hearted (keras hati) dan misgiving (kesangsian).

Lalu tahukah Anda apa makna give the devil his due? Ungkapan ini bermakna ‘mengakui hal-hal positif pada seseorang yang tidak kita sukai, misalnya pada kalimat I don’t like the man but give the devil his due, he works incredibly hard ( Aku tidak menyukai orang itu, tapi sejujurnya dia bekerja dengan sangat tekun). Dan satu lagi ungkapan yang khas Shakespeare yaitu foregone conclusion yang bermakna ‘akhir suatu kejadian yang sudah bisa ditebak hasilnya’.

"Cintai semuanya, percayai sedikit"

http://bahasa.kompasiana.com/2011/03/18/warisan-ungkapan-terindah-william-shakespeare/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar