Senin, 11 April 2011

SOCRATES (470 SM - 399 SM) part 2

Metode Cogito Ergo Sum



Aku merasa lebih malu menjadi orang yang bodoh di usia tua

Metode penyampaian pemikiran filosofis Socrates dengan melalui proses yang disebut “pembidanan.” Artinya membantu orang untuk “melahirkan” wawasan yang benar. Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan (berdiskusi) kepada setiap orang yang ditemuinya di setiap pelosok kota Athena di mana ia lewat. Socrates acap kali berdebat dengan orang. Dalam perdebatan, ia menggunakan sindiran, melalui desakan pertanyaan tiada henti, agar pihak lawan bertentangan sendiri, mengakui tidak tahu sama sekali terhadap pertanyaan tersebut. Melalui bentuk tanya-jawab, teknik bantuan yakni membantu pihak lawan bicara membuang pandangan yang salah, menemukan kebenaran yang sebenarnya, menyimpulkan melalui perbandingan terhadap analisa masing-masing untuk mencari hukum universal.

Melalui definisi yakni pandangan yang sepihak dikembalikan ke konsepsi bias, langkah agar pihak lawan memperbaiki pandangan keliru yang semula sekaligus mendatangkan pemikiran baru. Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membuka percakapan, seakan-akan ia sendiri tidak mengetahuinya. Dalam dialog ini orang akan mengetahui kelemahan dari argumen-argumennya sehingga akan menyadari apa yang benar dan apa yang salah.

Dengan demikian orang akan dapat menangkap kebenaran filosofis dengan menggunakan rasionya sendiri. Menggunakan akal atau rasio ini berarti masuk ke dalam diri sendiri dan memanfaatkan apa yang ada di sana. “Cogito Ergo Sum” begitu Socrates berucap bahwa dengan berpikir maka manusia akan diakui eksistensinya. Prinsip berpikir tiada henti, kritis, mempertanyakan segala sesuatu yang bertentangan dengan kekuasaan masyarakat dengan mengecam segala bentuk ketidakadilan inilah yang akhirnya mengakibatkan Socrates kehilangan nyawanya.

Reinkarnasi



Janganlah engkau menceritakan isi jiwamu kepada orang lain,karena sungguh jelek orang yang menaruh hartanya di rumah dan memamerkan isinya

Begitu tegarnya Socrates menghadapi kematian di depan matanya saat detik-detik menjelang ajal pelaksanaan hukuman minum racun. Kekuatan yang besar hinggap pada dirinya hingga mampu menghadapinya dengan ketenangan yang luar biasa diiringi derai tangis istri, anak-anak, dan sahabat-sahabatnya. Kekuatan Socrates muncul dari dasar keyakinannya akan arti dari kematian itu sendiri. Ia yakin akan mampu melampaui orang-orang mati dan bahkan para dewa sendiri. Kematian baginya merupakan pemisahan jiwa dari raga. Kematian adalah proses pemurnian dari jiwa itu sendiri. Seorang filosuf mencintai kebijaksanaan, kebijaksanaan yang hanya dapat dicapai oleh jiwa.

Bagi Socrates dalam kematian jiwa dan tubuh terpisah, tubuh menjadi hancur dan jiwa meneruskan “perjalanannya”, karena jiwa bersifat langgeng. Seperti dikenal dalam legenda kuno Yunani, bahwa jiwa-jiwa orang mati akan kembali ke rumah Hades, dan kelak di kemudian hari akan dihidupkan lagi dari kematian. Menurutnya hal tersebut berarti orang-orang yang hidup adalah mereka yang dibangunkan kembali dari kematiannya. Ini membuktikan bahwa jiwa memang benar-benar ada di sana, dan tak mungkin dihidupkan lagi apabila jiwa tersebut tidak ada.

Hal ini sudah merupakan bukti bahwa orang-orang yang kini hidup datang dari mereka yang sebelumnya telah mati dan dibangunkan kembali. Dengan demikian jika jiwa itu telah ada sebelumnya, dan jika pada waktu kita lahir jiwa datang dari orang yang mati maka jiwa tersebut tetap ada ketika seseorang meninggal sebab nantinya dia akan dilahirkan kembali. Jadi untuk apa manusia harus takut pada kematian? Bukankah pada akhirnya akan lahir kembali? Demikian dalihnya.

Menurut Socrates tubuh merupakan hal yang tampak dan selalu berubah-ubah, sedangkan jiwa sebagai hal yang tak tampak yang selalu sama tak berubah-ubah. Ada kemungkinan jiwa kita akan selalu dibawa tubuh ke arah sesuatu yang berubah dan terbawa ke keadaan kacau tersesat kehilangan arah. Namun apabila jiwa mampu mempelajari segala sesuatunya sendiri, maka ia akan menuju ke sesuatu yang murni dan abadi tak dapat mati serta tak akan berubah.

Dalam hubungan dengan hal ini maka jiwa tinggal bersama kebaikan setiap kali jiwa terpisah dari tubuh. Dapat dikatakan bahwa jika jiwa yang murni lepas dari tubuh maka tidak akan membawa-bawa tubuh lagi karena memang tidak perlu lagi bersatu dalam hidup, melainkan menjauhi keinginan badani. Jiwa dalam kondisi ini melatih diri bebas dari keinginan badani, kejahatan, keburukan, dan penyakit duniawi lainnya. Dengan demikian jiwa terkondisi dalam keadaan mencinta kebijaksanaan sejati.

Hades, Tempat Bersemayam Jiwa



Orang yang paling berbahagia adalah orang yang bisa berpuas diri dengan hal-hal yang minim

Socrates menganggap jiwa yang langgeng dan terlatih ini berperan penting dalam menghadapi kematian, maka jiwa membutuhkan perawatan sepanjang waktu. Jika kematian terbebas dari segala sesuatu, maka akan merupakan suatu keuntungan yang sangat besar bagi orang-orang jahat untuk terbebas dari tubuhnya dan kejahatan mereka bersama-sama dengan jiwanya. Lebih-lebih ternyata jiwa itu tidak dapat mati, maka tak ada jalan baginya untuk terlepas dari kejahatan dan tak dapat menyelamatkannya kecuali ia bisa menjadi sebaik dan sebijaksana mungkin. Sebab ketika jiwa datang ke rumah Hades, sebuah tempat persemayaman kebijaksanaan bagi jiwa, dia tidak akan membawa apa-apa kecuali latihan yang diterimanya.

Jalan menuju Hades tidaklah mudah tetapi memiliki banyak cabang dan pemberhentian yang akan berakibat pada keadaan jalan yang salah. Jiwa yang bijaksana dan mulia dapat mengikuti dan mengerti keadaan yang demikian, namun jiwa yang masih memiliki nafsu badani akan terus menginginkan pemuasan nafsu dan bergentayangan di dunia yang tampak dalam wujud roh hantu, setan dan semacamnya. Ketika jiwa yang tidak murni ini datang ke tempat berkumpul lainnya, maka ia tidak akan bisa diterima dan dijauhi oleh jiwa lainnya.

Jiwa-jiwa yang menjalani kehidupan di dunia dengan kemurnian dan kemuliaan akan mendapatkan dewa-dewa sebagai kawan seperjalanan dan masing-masing mendapat tempat yang pantas. Suatu tempat yang tidak pernah dapat disamai keindahannya kala hidup di dunia. Keindahan tempat yang hanya dapat ditinggali oleh jiwa-jiwa yang bersih dan murni.

Apa yang dikatakan Socrates tentang perjalanan dan persemayaman jiwa adalah sebuah pandangan spiritual. Pemikirannya tentang jiwa tak pernah mati, tak jauh berbeda dengan konsep reinkarnasi yang diyakini oleh penganut agama-agama ortodoks seperti Buddha dan Tao. Demikian juga konsepsinya tentang akhir dari persemayaman jiwa. Jiwa yang bersih bisa kembali ke asalnya, sebaliknya jiwa yang kotor penuh dosa akan merana. Wajar saja jika Socrates oleh para pengikutnya dianggap sebagai nabi atau orang suci.

Sumber: http://erabaru.net

Socrates Dan Kaum Sofis
Filsafat dalam periode ini ditandai oleh ajarannya yang "membumi" dibandingkan ajaran-ajaran filsuf sebelumnya. Seperti dikatakan Cicero (sastrawan Roma) bahwa Socrates telah memindahkan filsafat dari langit ke atas bumi. Maksudnya, filsuf pra Socrates mengkonsentrasikan diri pada persoalan alam semesta sedangkan Socrates mengarahkan obyek penelitiannya pada manusia di atas bumi. Hal ini juga diikuti oleh para sofis.

Seperti telah disebutkan di depan, sofis (sophistes) mengalami kemerosotan makna. Sophistes digunakan untuk menyebut guru-guru yang berkeliling dari kota ke kota dan memainkan peran penting dalam masyarakat. Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa para sofis merupakan pemilik warung yang menjual barang rohani. Sofis pertama adalah Protagoras, menurutnya manusia ialah ukuran segala-galanya. Pandangan ini bisa disebut "relativisme" artinya kebenaran tergantung pada manusia.

Berkaitan dengan relativisme ini maka diperlukan seni berdebat yang memungkinkan orang membuat argumen yang paling lemah menjadi paling kuat. Ajarannya tentang negara mengatakan bahwa setiap negara mempunyai adat kebiasaan sendiri, seorang dewa berkunjung kepada manusia dan memberi anugerah (keinsyafan akan keadilan dan hormat pada orang lain) yang memungkinkan manusia dapat hidup bersama. Filsuf berikutnya adalah Gorgias yang mempertahankan 3 pendiriannya;

1. Tidak ada sesuatupun.
2. Seandainya sesuatu tidak ada, maka ia tidak dapat dikenali.
3. Seandainya sesuatu dapat dikenali, maka hal itu tidak bisa disampaikan kepada orang lain.

Sofis Hippias berpandangan bahwa Physis (kodrat) manusia merupakan dasar dari tingkah laku manusia dan susunan masyarakat, bukannya undang-undang (nomos) karena undang-undang sering kali memperkosa kodrat manusia. Sofis Prodikos mengatakan bahwa agama merupakan penemuan manusia. Sedangkan Kritias berpendapat bahwa agama ditemukan oleh penguasa-penguasa negara yang licik. Sebagaimana para sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertitik tolak dari pengalaman keseharian dan kehidupan kongkret.

Perbedaannya terletak pada penolakan Socrates terhadap relativisme yang pada umumnya dianut para sofis. Menurut Socrates tidak benar bahwa yang baik itu baik bagi warga negara Athena dan lain lagi bagi warga negara Sparta. Yang baik mempunyai nilai yang sama bagi semua manusia, dan harus dijunjung tinggi oleh semua orang. Pendiriannya yang terkenal adalah pandangannya yang menyatakan bahwa keutamaan (arete) adalah pengetahuan, pandangan ini kadang-kadang disebut intelektualisme etis.

Dengan demikian Socrates menciptakan suatu etika yang berlaku bagi semua manusia. Sedang ilmu pengetahuan Socrates menemukan metode induksi dan memperkenalkan definisi-definisi umum. Plato. Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates diberi peran yang dominan dalam dialog tersebut. Sekurang-kurangnya ada 2 alasan mengapa Plato memilih yang begitu:

1. Sifat karyanya Socratik (Socrates berperan sentral) dan diketahui bahwa Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dengan teman-temannya di Athena. Dengan demikian, karya plato dapat dipandang sebagai monumen bagi sang guru yang dikaguminya.

2. Berkaitan dengan anggapan plato mengenai filsafat. Menurutya, filsafat pada intinya tidak lain daripada dialog, dan filsafat seolah-olah drama yang hidup, yang tidak pernah selasai tetapi harus dimulai kembali.

Sumber: http://kuliahfilsafat.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar